Kamis, 26 November 2009

CERITA IDUL ADHA

Pagi menyingsing, mentari tersenyam dengan oranye yang gemerlap bersahaja. mata mulai terusap air segar dari pancuran keran kamar mandi. berpakaian rapi untuk memenuhi panggilan takbir yang menggema di penjuru Negeri. semuanya berkumpul dilapangan dengan tumpahan kaum muslim dari berbagai daerah. maklum inilah kota pelajar yang dibanjiri oleh berbagai suku daerah yang siap dengan pola pikir mereka menuntut ilmu.
lapangan cukup sepi ketika aku berangkat pukul 06.34 WIB, sembari berdiri dan mengucap takbir aku mengamati kaum muslimin yang lain. kebanyakan dari mereka membawa koran yntuk mengalasi sajadah yang telah dicuci jauh - jauh hari. semakin banyak orang berdatangan dan akupun duduk bersama orang disiplin(individualis). terlihat ketika dia tidak mau membagi satu lembar koranpun pada teman disebelahnya. dia tidak membaca takbir seperti yang lain, yang diperhatikan sandal didepannya jangan sampai diinjak orang. dia kemudian menyembunyikan sendalnya diantara sajadah dan koran.

Disamping kananku adalah seorang ayah dan anak lelakinya yang mungkin berumur lima sampai enam tahun. anaknya tangkas dan manis, dia memperhatikan orang - orang disekitarnya dan yang paling dia amati adalah orang yang sedang memasukan uang kedalam kotak amal. bocah itu mencermati dengan detail hingga terceletuk dari mulutnya sebuah pertanyaan untuk ayahnya. " ayah kenapa dia masukan uang sambil menutupinya, dia malu kalo cuma seribu " yang mendengar beberapa jamaah sontak tertawa. dengan bijak ayahnya menjawab " dia tidak malu adek, itu supaya allah saja yang melihat ". dengan mendengarnya dia langsung menggenggam erat lembaran lima ribu yang tadinya terlihat kini disem,bunyikan dibalik genggaman tangannya. ketika tiba kotak amal disodorkan padanya, sibocah kecil menutupi lubang kotak amal dan memasukan uang. karena yang tadi dilihatnya ada yang mengetukan tiga kali kedalam kootak amal agar uangnya terjatuh dari lubang dan masuk dalam kotak amal, bocah kecilpun mengikutinya. begitu dia mengetukan tiga kali, ternyata uangnya tidak masuk juga. lalu dia mengulangi mengetukan tiga kali dengan keras hingga jamaah yang lainnya kaget. ditarinya bocah kecil itu oleh ayahnya dan diapun meronta dengan berkata " uangnya belum masuk... uangnya belum masuk nanti allah tidak lihat ayah... uangnya belum masuk "

Jumat, 20 November 2009

WAR OF HEART

Sayub mata melayu dengan kegalutan bimbang didalam ruangan sunyi. bertaburan kertas dengan aneka tulisan yang bermacam - macam. pena diujung meja meneteskan tinta hitam pekat dan aku masih duduk merenung diatas karpet biru yang telah usang. dari balik jendela kutatap sang surya marah membakar bumi. daun terminalia catappa nampak gugur satu persatu mengotori halaman yang tadinya bersih. aku masih saja termenung menatap itu semua, tidak lama kudengar suara dari luar memanggil namaku. suara yang tidak asing dari telinga ini, suara sahabat yang menemani dikala hati sedang sedih. nasehat sahabat jauh lebih menentramkan benak yang kalut.

"hey... yud, apa yang engkau renungkan diruang yang berantakan ini. tidakkah engkau lihat masih banyak yang bisa engkau lakukan diluar sana "
" diluar sana, matahari sedang marah oleh ulah manusia. aku tidak ingin membuatnya jauh lebih marah "
kenapa engkau harus menghakimi dirimu dengan petaka yang dibuat penguasa. lebih baik kita lupakan dan membuat lembaran baru penuh denbgan makna bijak. tertampar rasanya pipiku mendengar itu semua. tidak pernah terbayang olehku meninggalkan waktu yang selalu melangkah maju. aku beranjak dari serpihan kertas dilantai dan kutegakkan badanku. aku segera menuju pintu dengan panas yang memanggil. tubuhku terasa kaku seolah aliran darah tidak mampu mengalir seperti yang seharusnya.hari mulai sangatlah terik dengan sangsurya tepat diatas kepala. apakah manusia tidak sadar telah melukai hati dalam perang ego mereka antar sesama. pertautan hati untuk memberi apa yang mereka miliki membuat mereka semakin egois.

Rabu, 11 November 2009

PAHLAWAN LAWAN PAHLAWAN

Pahlawanku berperang genggam senjata
Mengerang mengumpat pahlawan lainnya
Berharap juga dikenang pada masanya
Ketika nisan terinjak tak berdaya

Hey... lihat pahlawan yang dielukan
Mereka seolah telah berkorban untuk pertiwi
Mereka senang dengan kantong perak bunyi kenyang

Aku pahlawan sebenarnya
Tak mengharap apapun
Aku tak ada kepentingan
Aku ikhlas lahir serta batin

Hey ... mereka bilang aku sombong
Justeru mereka yang sombong
Itulah yang kusebut omong kosong
Dengan ketamakan dan kehormatan
Tanpa cucuran darah keringat dan kotor
Lengan bersih dan perut kenyang

Pasti banyak yang keblinger dengan sejarah
Karena yang menulis belum dilahir

Biografi singkat dari Arga Yudia Putra, Amd Kom



Arga Yudia Putra, Amd Kom lahir di Wirosari pada tanggal 03 September 1986. putera tunggal dari Wahyudi Utomo Prihatno dengan Siti Suminingsih. keluarga kecil dan sederhana yang selalu mengutamakan kejujuran. Sebenarnya ada tiga saudara Arga yang kemudian meninggal dunia ketika semasa kecil. pada umur empat tahun arga diberikan adik kembar yang bernama Vilantika Ari prastuti dan Aji saka Wahyudi. keduanya meninggal setelah enam hari di Rumah Sakit Purwodadi karena infeksi saluran pernapasan. pada umur enam tahun arga diberi kembali oleh Allah SWT seorang adik perempuan bernama Fita Lia Rahmawati Kusuma, namun tidak berselang lama pula, kembali Allah memanggil sibungsu mungil tersebut.

Pendidikan terakhir adalah Diploma 3 STMIK Amikom Yogyakarta. saat ini tengah menempuh program Starta 1. bergelut didunia Jurnalistik dan berobsesi untuk menjadi seorang pengusaha.

Selasa, 10 November 2009

Wajah Negeriku

Menyapa dengan senyum serta wajah lesu dari bumi yang terkoyak oleh pemikiran prakmatis. masyarakat mulai dibubuhi pemikiran kurang sehat tentang perbincangan ronda malam, pedagang pasar, dakwah islami dan lain sebagainya. melalui media yang sangat profesional baik dalam penyajian berita maupun sekmen profit. semuanya mencoba mencari daya tarik publik agar dapat memperhatikan negeri yang rapuh. kalau saja masyarakat indonesia tahu bahwa negeri kita sudah sakit parah. sakit moral serta sakit norma norma dari etika yang beradab. masihkah ada yang perduli tentang semua itu?

Ini mengenai rasa belas kasihan yang tidak diperdulikan oleh para maling di kejaksaan, para tikus dikepolisian bahkan para cicak yang bungkam digedung - gedung tinggi. mungkin kata - kata tersebut sedikit keterlaluan, namun saya selaku penulis hanya ingin engingatkan masyarakat tentang penyakit yang menggerogoti negeri ini hingga negeri ini merintih kesakitan. cobalah kita obati dengan hal yang paling kecil. mencoba menyembuhkan negeri ini dari keterpurukan serta dari penyakit moral serta penyakit kehilangan norma - norma dari etika yang beradap.

 
Powered by Blogger